Jumat, 01 Mei 2009

Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi

Pendahuluan

  1. Latar Belakang

Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) memfokuskan pada kompetensi tertentu, berupa paduan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya. Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi memungkinkan para guru menilai hasil belajar peserta didik dalam proses pencapaian sasaran belajar, yang mencerminkan penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajari.

Oleh karena itu, peserta didik perlu mengetahui kriteria penguasaan kompetensi yang akan dijadikan sebagai standar penilaian hasil belajar, sehingga para peserta didik dapat mempersiapkan dirinya melalui penguasaan terhadap sejumlah kompetensi tertentu, sebagai prasyarat untuk melanjutkan ke tingkat penguasaan kompetensi berikutnya. Kriteria tersebut biasanya dikembangkan berdasarkan tujuan khusus yang dipelajari sesuai dengan kompetensi yang harus dikuasai.

  1. Rumusan Masalah:
  1. Apa Landasan Pengembangan KBK?
  2. Ada berapa Tingkat Pengembangan KBK?
  3. Sebutkan Prinsip-prinsip pengembangan KBK?
  4. Bagaimana Pendekatan dan Pengembangan struktur dalam KBK?

  1. Tujuan Masalah:

1. Menjelaskan Landasan Pengembangan KBK.

2. Menjelaskan Tingkat-tingkat Pengembangan KBK.

3. Menyebutkan Prinsip-prinsip Pengembangan KBK.

4. Menjelaskan Pendekatan dan Pengembangan struktur dalam KBK.

Bab II

Pembahasan

I. Landasan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi

A. Landasan Filosofis

1. Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) setidak-tidaknya bertolak dari landasan filosofis sebagai berikut:

Secara Ontologis, manusia memiliki potensi jismiyah, nafsiyah yang mengandung dimensi al-nafsu, al-‘aql dan al-qalb, dan potensi ruhiyah yang memancar dari demensi al-ruh dan al-fitrah, sehingga ia siap mengadakan hubungan vertical dengan-NYA (habl min Allah) sebagai manifestasi dari sikap teosentris manusia yang mengakui ketuhanan Yang Maha Esa. Manusia yang dicitakan adalah manusia yang mampu mengemban tugas-tugasnya di muka bumi, baik sebagai hamba Allah maupun khalifah-NYA. Untuk dapat mewujudkan fungsi kekhalifahannya, maka seorang harus:

(1) memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan.

(2) bisa melaksanakan tugas/pekerjaan sesuai dengan ilmu dan keterampilam yang dimiliki.

(3) bisa menemukan jati dirinya sebagai apa atau siapa dirinya itu.

(4) bisa bekerja sama dengan orang lain dan berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi pihak lain. Sebagai khalifah manusia juga dituntut untuk memiliki pandangan hidup sebagai muslim yang dikembangkan dalam sikap hidup dan dimanifestasikan dalam keterampilan hidupnya sehari-hari. Pandangan hidup seseorang setidak-tidaknya dapat diketahui dari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut:

(1) apa yang harus diperbuat untuk dirinya.

(2) apa yang harus diperbuat terhadap alam sekitarnya.

(3) apa arti lingkungan social bagi dirinya dan apa yang harus diperbuat terhadap lingkungan sosialnya.

(4) apa yang harus diperbuat terhadap keturunan atau generasi penerusnya. Sedangkan fungsi pendidikan adalah untuk.

(1) mengembangkan potensi peserta didik secara optimal serta interaksinya dengan tuntutan dan kebutuhan lingkungannya, tanpa mengabaikan nilai-nilai dan tradisi yang sudah mengakar di masyarakat dan masih relevan untuk dilestarikan.

(2) menumbuhkan kembangkan nilai-nilai ilahiyah dan insaniyah dalam perkembangan iptek dan perubahan social yang ada.

(3) menumbuhkan kreativitas peserta didik secara berkelanjutan.

(4) memperkaya khazanah budaya manusia, memperkaya isi nilai-nilai insane dan illahi dan

(5) menyiapkan peserta didik untuk memiliki kecakapan hidup serta mampu dan berani menghadapi tantangan hidup sesuai dengan zamannya yang dijiwai oleh spirit islam.

2. Sacara Epistemologis, pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) memiliki dasar rasional tertentu, yaitu:

(1) siapa yang akan dijadikan peserta didik?

(2) Apa kompetensi hasil didik, sebagai apa?

(3) Siapa yang membutuhkan hasil didik, berapa jumlahnya, dan bagaimana jenjang karir yang tersedia di masyarakat? Dan

(4) Bagaimana proses pendidikannya agar tujuan yang diinginkan terwujud? Adapun cara pengembangan kurikulum barbasis kompetensi (KBK) dilakukan dengan menjawab beberapa pertanyaan sebagai berukut:

a. Lulusan yang kompeten dalam hal apa yang akan dibentuk melalui progam dalam suatu lembaga pendidikan tersebut?

b. Andaikata lulusan yang kompeten itu harus melaksanakan tugas/pekerjaannya, kemempuan dasar apa dan bagaimana yang harus ditempuh mereka?

c. Apa indikator-indikator atau bukti-bukti yang menunjukkan bahwa peserta didik telah sukses dalam mencapai kemampuan dasar dan hasil belajar yang telah ditetapkan?

d. Agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar atau mewujdkan indicator-indikator hasil belajar tersebut, maka hal-hal, masalah-masalah, latihan-latihan apa yang harus dibahas dan /atau dikerjakan oleh mereka dalam kegiatan belajar-mengajar? Identifikasilah subtansi kajian atau pokok bahasan sebagai content yang perlu dipelajari dan dialami oleh peserta didik dalam belajarnya. Dari sini akan melahirkan nama Mata pelajaran.

e. Untuk dapat mencapai hasil belajar atau mewujudkan indicator-indikator hasil belajar dengan berbagai pokok bahasan dan sub pokok bahasan tersebut, maka kegiatan-kagiatan apa yang harus dialami oleh peserta didik dalam kegiatan belajar-mengajar, dan bagaimana cara menilai keberhasilannya?

f. Apa saja sarana dan sumber belajar, tenaga kependidikan yang seperti apa dan bagaimana, dan berapa baiaya yang diperlukan, serta apa peran dan tanggung jawab pimpinan, unit-unit, dan lain-lain untuk mencapai hasil balajar atau mewujudkan indicator-indikator hasil belajar tersebut?

g. Berapa jam/sks yang diperlukan untuk dapat mencapai hasil belajar atau mewujudkan indikator-indikator hasil belajar tersebut?

3. Secara Aksiologis, pengembangan KBK diarahkan pada pengembangan kemampuan menjalankan tugas-tugas atau pekerjaan tertentu. Tugas/pekerjaan itu bisa berbasis pada:

(1) Kebutuhan pemerintah dan /atau kebutuhan users atau para pengguna jasa hasil didik.

(2) Kebutuhan pengembangan akademik atau keilmuan.

(3) Kebutuhan lembaga pendidikan itu sendiri.

(4) Kebutuhan individu/peserta didik.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa setiap peserta didik membutuhkan kecakapan-kecakapan hidup (Life Skills) yang meliputi:

a. Life long Learning.

b. Complex thingking.

c. Effective comunacation.

d. Colaboration.

e. Reponsible citizenship.

f. Employability.

g. Character development/ethics.[1]

4. Dilihat dari segi dasar sosiologis bahwa masyarakat Indonesia bersifat plural, serba ganda dan beragam, sehingga tidak adil bila segala-galanya harus disamakan. Karena itu, pengembangan kurikulum harus mampu memberi peluang kepada masing-masing lembaga pendidikan untuk berimprovisasi dan berkreasi dalam mengembangkan pendidikan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Di samping itu masyarakat bersifat dinamis dan berkembang, sehingga memerlukan kemampuan untuk beradaptasi dan/atau kesiapan untuk berhadapan dengan dinamika perubahan dan perkembangan yang ada.

5. Dari segi psikologis, bahwa setiap peserta didik memiliki potensi-potensi dasar yang perlu diaktualisasikan dan ditumbuh kembangkan secara berkelanjutan untuk dapat melaksanakan fungsinya sebagai manusia yang sempurna. Setiap peserta didik memiliki bakat, minat, dan kemampuan yang berbeda-beda, sehingga memerlukan treatment yang berbeda-beda pula.

6. Dari segi landasan hukumnya, sebagaimana tertuang dalam penjelasan-penjelasan Undang-Undang Nasional Nomor 20 tahun 2003tentang system pendidikan Nasional, bahwa salah satu strategi pembangunan Nasional adalahmengembangkan dan melaksanakan kurikulum berbasis kompetensi.

B. Landasan Konseptual

Pengembangan kurikulum pada Lembaga pendidikan dapat diartikan sebagai:

1.) Kegiatan menghasilkan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan

2.) Proses yang mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.

3.) Kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan dan penyempurnaan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan.

Sebelum mengkaji lebih jauh tentang pengembangan kurikulum, ada baiknya kita mengenal tentang apa subtansi dari sebuah kurikuluim. Pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli rupanya sangat bervariasi, tetapi dari beberapa devinisi itu dapat ditarik benang merah, bahwa di satu pihak ada yang menekankan pada Isi Pelajaran dan di lain pihak lebih menekankan pada proses atau Pengalaman Belajar.

Masing-masing defenisi dengan penekanannya tersebut akan mempunyai implikasi tertentu pada pengembangan kurikulum. Kurikulum yang menekankan pada Isi bertolak dari asumsi bahwa masyarakat bersifat statis, sedangkan pendidikan berfungsi memelihara dan mewariskan pengetahuan, konsep-konsep dan nilia-nilai yang telah ada, baik nilai Illahi maupun nilai Insani. Karena itu, kurikulum biasanya ditentukan oleh sekelompok orang ahli, disusun secara sistematis dan logis sesuai dengan disiplin-disiplin ilmu atau sistemasi ilmu yang dianggap telah mapan, tanpa melibatkan Pendidik apalagi Peserta didik. Fungsi pendidik adalah sebagai penjabar atau penjelas dan pelaksana dalam pembelajaran baik dalam isi, metode dan evaluasi. Pendidik berperan sebagai penyampai informasi atau sebagai model dan ahli dalam disiplin ilmu. Peran peserta didik bersifat pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.

Sedangkan kurikulum yang menekankan pada proses atau pengalaman bertolak dari asumsi bahwa peserta didik sejak dilahirkan telah memiliki potensi-potensi, baik potensi untuk berpikir, berbuat, memecahkan masalah, maupun untuk belajar dan berkembang sendiri. Fungsi pendidikan adalah menciptakan situasi atau lingkungan yang menunjang perkembangan potensi-potensi tersebut. Kearena itu, kurikulum dikembangkan dengan bertolak pada kebutuhan dan minat peserta didik. Materi ajar dipilih sesuai dengan minat kebutuhannya. Peserta didik menjadi subyek pendidikan, dalam arti ia menduduki tempat utama dalam pendidikan. Pendidik berfungsi sebagai psikolog yang memahami segala kebutuhan dan masalah peserta didik, ia berperan sebagai bidan yang membantu peserta didik melahirkan ide-idenya, dan/atau sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan bagi peserta didik. Pengembangan kurikulum dilakukan oleh Pendidik dengan melibatkan peserta didik. Tidak ada kurikulum standar yang ada hanyalah kurikulum minimal yang dala implementasinya dikembangkan bersama peserta didik. Isi dan proses dengan pembelajarannya selalu berubah sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik.

Dari kedua pihak, yakni pihak yang menekankan Isi dan yang menekankan Proses dan pengalaman tersebut muncul pihak ketiga yang berusaha memadukan kedua-duanya, dalam arti ia menekankan baik pada isi maupun proses pendidikan atau pengalaman belajar sekaligus. Pihak ini berasumsi bahwa manusia adalah sebagai makhluk social yang dalam kehidupannya selalu membutuhkan manusia lain, selalu hidup bersama,berinteraksi dan bekerja sama. Melalui kehidupan bersama dan bekerja sama itulah manusia dapat hidup, berkembang dan mampu memenuhi kebutuhan hidup dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Tugas pendidikan terutama membantu agar peserta didik menjadi cakap dan selanjutnya mampu ikut bertanggung jawab terhadap pengembangan masyarakatnya.

Isi pendidikan terdiri atas problem-problem actual yang dihadapi dalam kehidupan nyata di masyarakat. Proses pendidikan atau pengalaman belajar peserta didik berbentuk kegiatan-kegiatan belajar kelompok yang mengutamakan kerja sama, baik antar peserta didik, peserta didik dengan pendidik dan pendidik dengan sumber-sumber yang lain. Karena itu, dalam menyusun kurikulum atau progam pendidikan bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat sebagai isi dari pendidikan, sedangkan proses atau pengalaman belajar peserta didik adalah dengan cara memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, sera bekerja secara kooperatif dan kolaboratif, berupaya untuk mencari pemecahan terhadap problem tersebut menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik. Adapun kegiatan penilaian dilakukan untuk hasil maupun proses belajar. Pendidik melakukan kegiatan penilaian sepanjang kegitan belajar.

Jika ketiga pihak tersebut ditelusuri dari segi landasan filosofiknya, maka konsep pengembangan kurikulum dari pihak pertama terutama menganut aliran prennialisme dan assensialisme. Pihak kedua termasuk dalam progressivisme dan eksistinsialisme. Sedangkan pihak ketiga termasuk rekontruksi social.[2]

II. Tingkat Pengembangan Kurikulum

Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) seperti pengembangan kurikulum para umumnya, terdiri dari beberapa tingkat, yaitu tingkat nasional, tingkat lembaga, tingkat bidang studi, dan tingkat satuan bahasan (modul).

1. Pengembangan Kurikulum Tingkat Nasional

Pada tingkat ini pengembangan kurikulum dibahas dalam lingkup nasional, meliputi jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah, baik secara vertikal maupun horisontal dalam rangka merealisasikan tujuan pendidikan nasional.

Dalam kaitannya dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), pengembangan kurikulum tingkat nasional dilakukan dalam rangka mengembangkan standar kompetensi untuk masing-masing jenjang dan jenis pendidikan, terutama pada jalur pendidikan sekolah

2. Pengembangan Kurikulum Tingkat Lembaga

Pada tingkat ini dibahas pengembangan kurikulum untuk setiap jenis Lembaga Pendidikan pada berbagai satuan dan jenjang pendidikan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini antara lain:

a. Mengembangkan kompetensi lulusan, dan merumuskan tujuan-tujuan pendidikan pada berbagai jenis lembaga pendidikan.

b. Berdasarkan kompetensi dan tujuan di atas selanjutnya dikembangkan bidang studi-bidang studi yang akan diberikan untuk merealisasikan tujuan tersebut.

c. Mengembangkan dan mengidentifikasi tenaga-tenaga kependidikan (guru dan non guru) sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan.

d. Mengidentifikasi fasilitas pembelajaran yang dipergunakan untuk memberi kemudahan belajar.

3. Pengembangan Kurikulum Tingkat Bidang Studi (Penyusunan Silabs)

Pada tingkat ini dilakukan pengembangan silabus untuk setiap bidang studi pada berbagai jenis lembaga pendidikan. Kegiatan yang dilakukan antara lain:

a. Mengidentifikasi dan menentukan jenis-jenis kompetensi dan tujuan setiap bidang studi.

b. Mengembangkan kompetensi dan pokok-pokok bahasan, serta mengelompokkannya sesuai dengan ranah pengetahuan, pemahaman, kemampuan (keterampilan), nilai dan sikap.

c. Mendeskripsikan kompetensi serta mengelompokkannya sesuai dengan scope dan skuensi.

d. Mengembangkan indikator untuk setiap kompetensi serta kriteria pencapaiannya.

4. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Bahasan (Modul)

Berdasarkan kompetensi-kompetensi yang telah diidentifikasi dan diurutkan sesuai dengan tingkat pencapaiannya pada setiap bidang studi, selanjutnya dikembangkan program-program pembelajaran. Dalam KBK, program pembelajaran yang dikembangkan adalah modul, sehingga kegiatan pengembangan kurikulum pada tingkat ini adalah menyusun dan mengembangkan paket-paket modul.

III. Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum

Pendekatan kurikulum menyatakan pandangan tentang pengembangan dan desain kurikulum, peranan guru, peserta didik dan ahli kurikulum dalam merencanakan kurikulum, tujuan kurikulum dan isu-isu yang perlu dibahas.

Pendekatan dalam pengembangan kurikulum merefleksikan pandangan seseorang terhadap sekolah dan masyarakat. Para pendidik pada umumnya tidak berpegang pada salah satu pendekatan secara murni, tetapi menganut beberapa pendekatan yang sesuai.

Pendekatan dalam pengembangan kurikulum mempunyai arti yang sangat luas. Hal tersebut bisa berarti penyusunan kurikulum baru (curriculum construction), bisa juga penyempurnaan terhadap kurikulum yang sedang berlaku (curriculum improvement).

Di bawah ini ada beberapa macam pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:

  1. Pendekatan subyek akademik

Pendekatan subyek akademik dalam menyusun kurikulum atau progam pendidikan didasarkan pada sistemasisasi disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistemasisasi tertentu berbeda dengan sistemasisasi ilmu lainnya. Pengembangan kurikulum subyek akademik dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan didiplin ilmu.[3]

  1. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Sistem Pengelolaan

Dilihat dari pengelolaannya, pengembangan kurikulum dibedakan antara sistem pengelolaan yang terpusat (sentralisasi), dan tersebar (desentralisasi). Kurikulum pendidikan dasar dan menengah tahun 1968 dan 1975 bersifat sentralisasi, hanya ada satu kurikulum untuk satu jenis pendidikan di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat nasional, seragam, dikembangkan oleh tim pusat, guru-guru hanya berperan sebagai pelaksana di sekolah, yakni menjabarkan rencana tahunan, caturwulan, dan satuan pelajaran tiap pelajaran.

Dalam kurikulum 1994 muatan lokal tidak lagi disisipkan pada setiap bidang studi, tapi menggunakan pendekatan monolitik berupa bidang studi, baik bidang studi wajib maupun pilihan. Dengan adanya kebijakan otonomi daerah, kemungkinan muatan lokalnya akan lebih besar, modelnya lebih beragam dan sistemnya tidak terpusat lagi, sehingga pengelolaannya menjadi desentralisasi.

  1. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Fokus Sasaran

Berdasarkan fokus sasaran, pengembangan kurikulum dibedakan antara pendekatan yang mengutamakan penguasaan ilmu pengetahuan, penguasaan kemampuan standar, penguasaan kompetensi, pembentukan pribadi, dan penguasaan kemampuan memecahkan masalah sosial kemasyarakatan.

  1. Pendekatan Kompetensi

Pendekatan kompetensi merupakan pendekatan pengembangan kurikulum yang memfokuskan pada penguasaan kompetensi tertentu berdasarkan tahap-tahap perkembangan peserta didik. Peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.

  1. Keterlibatan KBK dengan Pendekatan Lain

Keterkaitan Kurikulum Berbasis Kompetensi dengan pendekatan kemampuan standar, adalah bahwa keduanya sama-sama menekankan pada kemampuan, hanya berbeda jenis kemampuannya. Dalam pendekatan kompetensi, kemampuan yang dikembangkan adalah kemampuan yang mengarah pada pekerjaan, sedang dalam pendekatan kemampuan standar pada kemampuan umum.

Kurikulum Berbasis Kompetensi terkait dengan pendekatan pengembangan pribadi, karena standar kompetensi yang dikembangkan berkenaan dengan pribadi peserta didik, seperti kompetensi intelektual, sosial dan komunikasi. Penguasaan nilai-nilai, dan keterampilan-keterampilan.

Kurikulum Berbasis Kompetensi terkait dengan pendekatan ilmu pengetahuan, karena kompetensi yang dikembangkan, seperti kompetensi intelektual dan sosial berkaitan dengan bidang-bidang ilmu pengetahuan, seperti IPA, IPS, Matematika, Bahasa Olah Raga, Keterampilan, Dan Kesenian.

  1. Keunggulan KBK

Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan model-model lainnya.

Pertama, pendekatan ini bersifat alamiah (kontekstual), karena berangkat, berfokus, dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing. Dalam hal ini peserta didik merupakan subjek belajar, dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan mengalami berdasarkan standar kompetensi tertentu, bukan transfer pengetahuan (transfer of knowledge)

Kedua, Kurikulum Berbasis Kompetensi boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan ilmu pengetahuan, dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari serta pengembangan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu.

Ketiga, ada bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan.

IV. Prinsip-Prinsip Pengembangan KBK

Sesuai dengan kondisi negara, kebutuhan masyarakat, dan berbagai perkembangan serta perubahan yang sedang berlangsung dewasa ini, maka dalam pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) perlu memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip: (1) keimanan, nilai dan budi pekerti luhur; (2) pengetahuan integritas nasional; (3) keseimbangan etika, logika, estetika dan kinestetika; (4) kesamaan memperoleh kesempatan; (5) abad pengetahuan dan teknologi informasi; (6) pengembangan keterampilan hidup; (7) belajar sepanjang hayat; (8) berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif; dan (9) pendekatan menyeluruh dan kemitraan. (Depdikbud, 2002).[4]

V. Pengembangan Struktur KBK

Pengembangan struktur Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sedikitnya mencakup tiga langkah kegiatan, yaitu mengidentifikasi kompetensi, mengembangkan struktur kurikulum, dan mendeskripsikan mata pelajaran.

1. Identifikasi kompetensi

Berdasarkan pendapat Hall (1976), dan Prihantoro (1999), sedikitnya dapat diidentifikasikan delapan sumber yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kompetensi, yaitu: (1) daftar yang ada (existing list); (2) menterjemahkan mata pelajaran (course translation); (3) menterjemahkan mata pelajaran dengan perlindungan (course translations with safeguard); (4) analisis taksonomi (taxonomic analysis); (5) masukan dari profesi (input from the profession); (6) membangun teori (theoretical constructs); (7) masukan peserta didik, dan masyarakat (input from clients, including pupils and the community); (8) analisis tugas (task analysis).

2. Struktur kurikulum

Struktur Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) telah dikembangkan oleh Depdiknas mencakup Taman Kanak-Kanak dan Raudhatul Athfal, Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, serta Sekolah Menengah. Struktur kurikulum tersebut masih digodok oleh pemerintah, dan menunggu masukan dari berbagai pihak.

3. Deskripsi rumpun mata pelajaran.

Berdasarkan identifikasi kompetensi dan struktur kurikulum di atas, selanjutnya dideskripsikan rumpun mata pelajaran sebagai berikut:

a. Pendidikan agama

Pendidikan agama mengembangkan kemampuan siswa untuk memperteguh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur dan menghormati penganut agama lain.

b. Kewarganegaraan

Kewarganegaraan (citizenship) memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, kritis, kreatif, terampil dan berkarakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia mengembangkan kemampuan berkomunikasi (lisan dan tulis) sebagai alat untuk mempelajari rumpun pelajaran lain, berpikir kritis dalam berbagai aspek kehidupan, serta mengembangkan sikap menghargai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan apresiatif terhadap karya sastra Indonesia.

d. Matematika

Matematika menumbuhkembangkan kemampuan bernalar, yaitu berpikir sistematis, logis dan kritis, dalam mengkomunikasikan gagasan atau dalam pemecahan masalah.

e. Sains

Sains mempelajari alam yang mencakup proses perolehan pengetahuan melalui pengamatan, penggalian, penelitian dan penyampaian informasi dan produk (pengetahuan ilmiah dan terapannya) yang diperoleh melalui berpikir dan bekerja ilmiah.

e. Ilmu sosial

Ilmu sosial mengkaji interaksi antara manusia dan masyarakat serta lingkungannya melalui konsep-konsep Geografi, Ekonomi, Sejarah, Sosiologi dan Antropologi.

f. Bahasa Inggris dan Bahasa Asing lain

Bahasa Inggris dan bahasa asing lain mengembangkan keterampilan berkomunikasi lisan dan tulisan untuk memahami dan mengungkapkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya.

g. Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan melalui penyediaan pengalaman belajar kepada peserta didik berupa aktivitas jasmani, bermain, dan atau olahraga yang direncanakan secara sistematik dengan memperhatikan tahap pertumbuhan dan perkembangan guna merangsang perkembangan fisik, keterampilan berpikir, emosional, sosial dan moril. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina, dan sekaligus membentuk gaya hidup dan aktif di sepanjang hayat.

h. Keterampilan

Keterampilan mengembangkan penerapan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk menghasilkan produk guna memberikan pengalaman kepada siswa agar menjadi inovatif, adaptif, dan kreatif, hasil belajar ini melalui proses menggambar, merancang, membuat, mengkomunikasikan dan mengevaluasi.

i. Kesenian

Kesenian menggambarkan semua bentuk aktivitas dan cita rasa keindahan yang meliputi kegiatan berekspresi, bereksplorasi, berkreasi dan apresiasi dalam bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran.

j. Teknologi Informasi dan Komunikasi

Teknologi informasi dan komunikasi membelajarkan siswa dalam memperoleh informasi, memproses dan memanfaatkannya untuk berkomunikasi secara efektif melalui berbagai media.[5]

Bab III

Penutup

  1. Kesimpulan

Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi didasarkan pada

Landasan Filosofis dan Landasan Konseptual. Yang mana Tingkatan-tingkatannya terdiri atas Pengembangan Kurikulum Tingkat Nasional, Pengembangan Kurikulum Tingkat Lembaga, Pengembangan Kurikulum Tingkat Bidang Studi (Penyusunan Silabus), dan Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Bahasan (Modul). Sehingga dalam perencanaan Pengembangan kurikulumnya, menggunakan berbagai macam pendekatan, antara lain:

  • Pendekatan subyek akademik
  • Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Sistem Pengelolaan
  • Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Fokus Sasaran
  • Pendekatan Kompetensi
  • Keterlibatan KBK dengan Pendekatan Lain
  • Keunggulan KBK

Untuk itu dibutuhkan prinsip-prinsip pengembangan agar tetap berjalan sesuaidengan koridor yang telah direncanakan, implikasinya adalah dalam Struktur pengembangannya akan ada Identifikasi kompetensi dan Struktur kurikulum.

Sehingga berdasarkan Indentifikasi kompetensi tadi melahirkan Deskripsi rumpun mata pelajaran: Pendidikan agama, Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika , Sains, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Kesenian, Keterampilan, Ilmu sosial, Pendidikan Jasmani, Bahasa Inggris dan Bahasa Asing lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, karakteristik, dan implementasi, Bandung: PT Remaja Roesdakarya,. 2003

Furchan, Arief dan Muhaimin., Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005

Idi, Abdullah., Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Yogyakarta: Ar-Ruz, 2007

Mardapi, Djamai., Pedoman Umum Pengembangan Silabus Berbasis Kompetens SMAi, Surabaya: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur 2003

Ladjid, Haeni., Pengembangan Kurikulum Menuju Berbasis Kompetensi, Ciputat: Quanthum Theaching 2005



[1] Prof. Dr. Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam . (Yogyakarta:Pustaka pelajar.2003)

[2] Prof. Dr. Muhaimin. Fisafat pendidikan islam Indonesia suatu kajian tipologis, disertasi. (IAIN Sunan Kali Jaga,2002 ).

[3] Aries Furchan, PH.D. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Di Perguruan Tinggi Agama Islam. (Yogyakart: Pustaka Pelajar.2005).

[4] Djemai Mardapi,.Pedoman Umum Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi SMA. (Surabaya: Dinas Pendidikan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur).2003

[5] Dr. E. Mulyasa, M.Pd., Kurikulum Berbasis Kompetensi. (Bandung:PT Remaja Roesdakarya). 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar